Keputusan Bahlil Terkait Izin Operasi Tambang Raja Ampat, Rumbouw ; Seakan Tamparan Keras Bagi Rakyat Sendiri
Papua Barat,aspirasirakyat.co.id// Keputusan Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/ Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang mengizinkan perusahaan tambang Nikel beroperasi d Raja Ampat menjadi sorotan banyak orang baik di wilayah Papua, maupun di luar Papua.
Dalam hal ini, keputusan tersebut menjadi tamparan keras bagi rakyat Papua, mengingat keindahan alam Raja Ampat yang mendunia bukan hanya simbol pariwisata akan tetapi nyawa ekologis dan spiritual masyarakat adat setempat.
Hal ini menjadi wacana pembahasan dimana-mana, karena tidak terima keindahan alam tersebut dirusak hanya untuk kepentingan investasi.
Keputusan Bahlil Terkait Izin Operasi Tambang Raja Ampat, Rumbouw ; Seakan Tamparan Keras Bagi Rakyat Sendiri
Amidan Rumbouw selaku Koordinator ILMISPI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik) se-Indonesia Wilayah 5 juga angkat suara terkait hal ini. Rumbouw mengaku sangat menyayangkan keputusan Bahlil Lahadalia selaku anak asli Daerah Papua yang telah merusak kepercayaan leluhur.
"Saya menilai, keputusan yang diambil oleh Bahlil menjadi tamparan keras bagi rakyatnya sendiri, secara tidak langsung dia sudah menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap rakyat dan alam yang indah karena ketika izin tambang sudah diberikan itu artinya Negara sedang memandangi surat kematian atas ekosistem Raja Ampat yang begitu rentan dan sakral", ungkap Rumbouw.
Rumbouw juga mengatakan, Bahlil yang berasal dari tanah Papua sendiri, harusnya menjadi pagar yang kuat bagi kepentingan rakyatnya bukan menjadi jembatan emas untuk investasi dengan mengorbankan tanah leluhurnya. "Keputusan ini bukan hanya mengundang amarah, tapi juga membuka ruang pertanyaan serius apakah Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat, ataukah bahlil sudah tenggelam dalam arus kekuasaan dan transaksi elite",tegasnya.
Sebab menurutnya juga, inilah momen di mana rakyat Papua dengan getir mulai menyebutnya sebagai "Bahlil ke bahlul" di karenakan kebijakan yang melukai hati rakyatnya sendiri.
Selain itu, Bahlil tidak bisa berdalih bahwa tambang ini untuk kemajuan dan kesejahteraan. "Sudah terlalu banyak janji yang sering di ucap kepada Papua, Rakyat Papua sudah sering dijanjikan kesejahteraan melalui eksploitasi, tetapi hasilnya selalu sama", terangnya.
Selain alam hancur, masyarakat adat juga terusir, dan kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir elite dan korporasi. "Dalam konteks Raja Ampat, eksploitasi nikel bukanlah kemajuan, tetapi kemunduran peradaban yang menindas hak hidup dan lingkungan masyarakat",jelasnya.
"Sikap pemerintah yang hanya memberhentikan sementara aktivitas tambang di Raja Ampat bagi saya bukanlah solusi, melainkan bentuk pembodohan publik, artinya, ini seperti memoles wajah luka dengan bedak agar tak terlihat, padahal luka itu terus berdarah, jadi jika Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat Papua, maka hentikan basa-basi politik dan ambil sikap tegas, untuk cabut izin tambang secara permanen dari Raja Ampat dan tidak ada kompromi untuk keselamatan lingkungan dan hak masyarakat adat",keluhnya
Rumbouw juga mengatakan, Bahlil harus menyadari bahwa posisinya di kabinet bukanlah panggung untuk menjaga citra politik semata, melainkan ladang pengabdian untuk rakyat. "Jika dia takut kehilangan jabatan karena bersikap tegas terhadap korporasi, maka itu menandakan bahwa kekuasaan telah menjajah nuraninya, justru inilah saatnya Bahlil membuktikan bahwa ia bukan sekadar pejabat, melainkan pejuang bagi rakyat Papua yang selama ini hanya jadi obyek eksploitasi negara",tegasnya
Dalam hal ini, jika Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat Papua maka solusinya Bahlil harus dengan tegas mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat tanpa syarat, dan itu solusinya, lakukan pemulihan ekosistem secara kolaboratif dengan masyarakat adat, dan dorong investasi yang berkelanjutan dan berbasis kearifan lokal, Raja Ampat tidak membutuhkan tambang untuk maju. Potensi wisata, riset biodiversitas, dan ekonomi berbasis komunitas jauh lebih menjanjikan dan lestari jika dikelola dengan benar.
Menurut Rumbouw, sebagai anak asal Papua, yang saat ini juga bagian dari Kabinet Merah Putih, Bahlil Lahadalia perlu mendesak kementerian lain untuk duduk bersama masyarakat adat, LSM lingkungan, dan akademisi guna merancang ulang pendekatan pembangunan di tanah Papua tidak bisa lagi pendekatan eksploitatif dibiarkan atas nama investasi malahan 0apua butuh pendekatan partisipatif yang menempatkan manusia dan alam sebagai pusat kebijakan, bukan sebagai korban.
Sebagai tokoh publik asal Papua, Bahlil punya tanggung jawab moral yang tidak bisa disangkal. "Nama baiknya akan dikenang bukan karena jabatan, tetapi karena sikap dan keputusan politiknya, itupun jika Bahlil berani mencabut izin tambang dan melindungi Raja Ampat, maka sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin yang berpihak. Namun jika ia terus berdiri di sisi korporasi, maka jangan salahkan rakyat jika menjuluki dirinya sebagai Bahlil ke bahlul",pungkas Rumbouw
Inilah panggilan sejarah bagi Bahlil Lahadalia. Apakah Bahlil akan dikenang sebagai anak Papua yang berani melawan arus demi melindungi tanah kelahirannya, atau justru sebagai simbol pengkhianatan terhadap perjuangan rakyatnya sendiri?
Kalau benar-benar memihak pada rakyat, Cabut izin tambang dari Raja Ampat, dan tunjukkan bahwa hati seorang pemimpin sejati berdetak bersama rakyatnya, bukan bersama kepentingan Modal. (Ge.K).
aya menilai, keputusan yang diambil oleh Bahlil menjadi tamparan keras bagi rakyatnya sendiri, secara tidak langsung dia sudah menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap rakyat dan alam yang indah karena ketika izin tambang sudah diberikan itu artinya Negara sedang memandangi surat kematian atas ekosistem Raja Ampat yang begitu rentan dan sakral", ungkap Rumbouw.
Rumbouw juga mengatakan, Bahlil yang berasal dari tanah Papua sendiri, harusnya menjadi pagar yang kuat bagi kepentingan rakyatnya bukan menjadi jembatan emas untuk investasi dengan mengorbankan tanah leluhurnya. "Keputusan ini bukan hanya mengundang amarah, tapi juga membuka ruang pertanyaan serius apakah Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat, ataukah bahlil sudah tenggelam dalam arus kekuasaan dan transaksi elite",tegasnya.
Sebab menurutnya juga, inilah momen di mana rakyat Papua dengan getir mulai menyebutnya sebagai "Bahlil ke bahlul" di karenakan kebijakan yang melukai hati rakyatnya sendiri.
Selain itu, Bahlil tidak bisa berdalih bahwa tambang ini untuk kemajuan dan kesejahteraan. "Sudah terlalu banyak janji yang sering di ucap kepada Papua, Rakyat Papua sudah sering dijanjikan kesejahteraan melalui eksploitasi, tetapi hasilnya selalu sama", terangnya.
Selain alam hancur, masyarakat adat juga terusir, dan kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir elite dan korporasi. "Dalam konteks Raja Ampat, eksploitasi nikel bukanlah kemajuan, tetapi kemunduran peradaban yang menindas hak hidup dan lingkungan masyarakat",jelasnya.
"Sikap pemerintah yang hanya memberhentikan sementara aktivitas tambang di Raja Ampat bagi saya bukanlah solusi, melainkan bentuk pembodohan publik, artinya, ini seperti memoles wajah luka dengan bedak agar tak terlihat, padahal luka itu terus berdarah, jadi jika Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat Papua, maka hentikan basa-basi politik dan ambil sikap tegas, untuk cabut izin tambang secara permanen dari Raja Ampat dan tidak ada kompromi untuk keselamatan lingkungan dan hak masyarakat adat",keluhnya
Rumbouw juga mengatakan, Bahlil harus menyadari bahwa posisinya di kabinet bukanlah panggung untuk menjaga citra politik semata, melainkan ladang pengabdian untuk rakyat. "Jika dia takut kehilangan jabatan karena bersikap tegas terhadap korporasi, maka itu menandakan bahwa kekuasaan telah menjajah nuraninya, justru inilah saatnya Bahlil membuktikan bahwa ia bukan sekadar pejabat, melainkan pejuang bagi rakyat Papua yang selama ini hanya jadi obyek eksploitasi negara",tegasnya
Dalam hal ini, jika Bahlil benar-benar berpihak pada rakyat Papua maka solusinya Bahlil harus dengan tegas mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat tanpa syarat, dan itu solusinya, lakukan pemulihan ekosistem secara kolaboratif dengan masyarakat adat, dan dorong investasi yang berkelanjutan dan berbasis kearifan lokal, Raja Ampat tidak membutuhkan tambang untuk maju. Potensi wisata, riset biodiversitas, dan ekonomi berbasis komunitas jauh lebih menjanjikan dan lestari jika dikelola dengan benar.
Menurut Rumbouw, sebagai anak asal Papua, yang saat ini juga bagian dari Kabinet Merah Putih, Bahlil Lahadalia perlu mendesak kementerian lain untuk duduk bersama masyarakat adat, LSM lingkungan, dan akademisi guna merancang ulang pendekatan pembangunan di tanah Papua tidak bisa lagi pendekatan eksploitatif dibiarkan atas nama investasi malahan 0apua butuh pendekatan partisipatif yang menempatkan manusia dan alam sebagai pusat kebijakan, bukan sebagai korban.
Sebagai tokoh publik asal Papua, Bahlil punya tanggung jawab moral yang tidak bisa disangkal. "Nama baiknya akan dikenang bukan karena jabatan, tetapi karena sikap dan keputusan politiknya, itupun jika Bahlil berani mencabut izin tambang dan melindungi Raja Ampat, maka sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin yang berpihak. Namun jika ia terus berdiri di sisi korporasi, maka jangan salahkan rakyat jika menjuluki dirinya sebagai Bahlil ke bahlul",pungkas Rumbouw
Inilah panggilan sejarah bagi Bahlil Lahadalia. Apakah Bahlil akan dikenang sebagai anak Papua yang berani melawan arus demi melindungi tanah kelahirannya, atau justru sebagai simbol pengkhianatan terhadap perjuangan rakyatnya sendiri?
Kalau benar-benar memihak pada rakyat, Cabut izin tambang dari Raja Ampat, dan tunjukkan bahwa hati seorang pemimpin sejati berdetak bersama rakyatnya, bukan bersama kepentingan Modal. (Ge.K)
Komentar
Posting Komentar